Masa kecil penuh keceriaan dilalui seperti anak pinggiran kota pada umumnya. Membuat pisau dari paku bersama teman-teman sebayanya, sengaja paku itu digilaskan ke roda baja kereta api yang sedang berjalan di rel di dekat rumah si anak ini. Adakalanya, pada saat akhir pekan, anak-anak singkong dari kawasan Kemayoran ini bersepeda ramai-ramai ke kawasan Ancol dan jajan panganan murah buah lontar.
Beruntung si anak ini mendapatkan ajaran agama yang sangat kuat dari sang nenek yang juga guru agama di SD Negeri jalan Tepekong Jakarta. Didikan nenek itu menjadi dasar dan panduan sepanjang hidupnya hingga sekarang. Meski demikian, demi dasar pendidikan kedisiplinan, orang tuanya dengan penghasilan sangat terbatas rela mengorbankan apapun agar anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan di sekolah swasta.
Ayahanda terlalu idealis, prinsip politiknya bertentangan dengan pemerintah, semua usaha, percetakan, koran, transportasi, dan lain-lain gulung tikar. Mereka sekeluarga Hidup berpindah dan pernah tinggal di losmen berisikan 8 orang dalam satu kamar dengan kamar mandi terpisah, dan berakhir di salah satu kampung terkumuh di Jakarta karena sudah tak lagi ada uang untuk membayar sewa losmen.
Di usia yang sangat belia, ketika masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, anak tersebut sudah mulai mengurus keperluan transportasi teman-teman yang akan study tour. Namun, setelah semua diurus, anak yang sudah biasa hidup keras itu tidak bisa ikut karena sama sekali tidak memiliki uang.
Kemudian dia tumbuh dewasa, lalu belajar tentang filosofi dan prinsip-prinsip hidup sekaligus merasakan bagaimana sulitnya mencari sumber penghidupan. Perjalanan selanjutnya bagaikan air mengalir. Si anak ini tumbuh menjadi orang dewasa yang matang. Bahkan di usia muda pada saat yang hampir bersamaan, dia mampu meraih tiga prestasi sekaligus, baik dari sisi akademis, organisasi kemasyarakatan, maupun usaha bisnisnya.
Anak Singkong dari salah satu kampung kumuh di Jakarta itu kini menjelma menjadi salah satu tokoh cukup diperhitungkan di Indonesia. Dia adalah Chairul Tanjung.
===
Data Koleksi Pustakaloka NUS
Call number: 923.3 Tan C
Chairul Tanjung. 2012. Chairul Tanjung si Anak Singkong. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
0 Comments